syair semar sdy hari ini

syair semar sdy hari ini,erek2 kuda,syair semar sdy hari iniJakarta, CNN Indonesia--

Tawuran antar kelompok remaja marak terjadi di Jabodetabek. Dalam dua bulan belakangan, terjadi beberapa peristiwa yang menimbulkan korban luka hingga meninggal dunia. Penemuan 7 jenazah di Kali Bekasi kemarin ditengarai terkait tawuran. Korban diduga lompat ke sungai menghindari razia petugas.

Nyawa melayang sia-sia karena tawuran bukan kali ini saja. Pada 8 September lalu, seorang pelajar SMK meninggal dunia dalam tawuran antar geng di Sawah Besar, JakartaPusat. Polisi menangkap dua pelaku yang juga masih remaja.

Sementara itu, pertengahan Agustus lalu, di Bogor, Jawa Barat, tawuran antargeng motor menewaskan seorang remaja akibat terkena sabetan celurit.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan berdasarkan sejumlah studi, motif kekerasan yang dilakukan anak dan remaja berbeda dengan kekerasan yang dilakukan orang dewasa.

Anak dan remaja, kata dia, melakukan kekerasan karena mencari identitas diri. Devie mengatakan anak dan remaja butuh panggung, pujian, dan perhatian. Ketika tiga hal itu tidak didapatkan di rumah, sekolah, dan lingkungan sosial, maka remaja mencarinya di jalanan.

"Mereka rata-rata satu tujuannya, identitas diri, karena mereka butuh panggung, pujian dan perhatian Ketika mereka tidak mendapatkan 3P tadi itu di rumah, di sekolah, dan lingkungan sosial, maka jalanan menjadi arena terbuka yang mampu memberikan 3P tadi, salah satunya lewat aksi kekerasan," kata Devie kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/9).

Menurutnya, kemajuan teknologi membuat keinginan para remaja untuk mendapat panggung, pujian, dan perhatian semakin terfasilitasi. Apalagi, kemajuan teknologi membuat tayangan kekerasan bisa menginspirasi untuk melakukan kekerasan.

"Apalagi sekarang adanya teknologi, itu memfasilitasi betul, pujiannya akan semakin luas, mereka bisa broadcast, sehingga mereka mendapat perhatian lebih," ujarnya.

Lihat Juga :
7 Remaja Tewas di Kali Bekasi Diduga Loncat Gara-gara Takut Patroli

Devie menyoroti budaya di keluarga-keluarga di Indonesia yang jarang memuji anak. Ketika anak tidak mendapat pujian di rumah, ia akan melakukan cara mencari pujian di luar.

"Makanya mereka melakukan kekerasan yang brutal karena biar mereka dikenal, dikenang, dan dipuji," katanya.

Sementara itu, sekolah-sekolah di Indonesia tidak menyediakan pilihan ekstrakurikuler yang cukup. Devie menuturkan di berbagai negara, sekolah-sekolah menyediakan banyak pilihan ekstrakurikuler untuk mewadahi para remaja yang sedang mencari identitas dan punya energi lebih.

"Di Indonesia itu ekskul hanya itu-itu saja," kata Devie.

"Kalau di luar negeri itu dibuatkan gengnya. Geng main game saja macam-macam. Mereka semua diberikan panggung oleh sekolah. Semua anak jadi sibuk, mereka punya geng sendiri yang positif dan produktif. Itu saja di luar negeri masih ada geng di jalanan, sudah segitu difasilitasinya, apalagi di kita?" imbuh dia.

Ia pun menilai selama anak dan remaja tidak mendapat pujian, perhatian dan panggung di rumah, sekolah dan lingkungan sosial, aksi kekerasan di jalanan tidak akan berhenti.



Peran banyak pihak

Butuh peran semua pihak untuk menghilangkan aksi kekerasan pada remaja, bukan hanya pihak sekolah.

Pengamat pendidikan Doni Koesoema berpandangan lembaga pendidikan selama ini sudah berupaya untuk mengurangi aksi kekerasan, terutama di sekolah.

Lihat Juga :
Tawuran Antar Geng di Jakpus Tewaskan 1 Pelajar, 'Si Kembar' Ditangkap

Namun, lembaga pendidikan, menurutnya tidak bisa mengawasi ketika kekerasan terjadi di luar sekolah. Ia mengatakan perlu peran banyak pihak, termasuk pemerintah setempat.

"Orang tua dan pemda, serta masyarakat. Sejauh ini lembaga pendidikan sudah bekerja keras mengurangi kekerasan di sekolah, tapi ketika terjadi di luar sekolah, maka secara teknis sekolah tidak mampu atasi secara langsung," kata Doni.

Menurut Doni, faktor penyebab tawuran sangat kompleks. Ada yang karena masalah pribadi, geng, musuh bebuyutan sekolah, hingga konflik lama antarkampung.

"Jadi untuk menyelesaikan persoalan tidak bisa umum, tapi harus pelajari kasus per kasus karena persoalan sangat kompleks dan banyak faktor," katanya.

Kasus tawuran atau bentrokan antarkelompok kerap terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Tak jarang pelaku bahkan memamerkan aksi tawuran mereka di media sosial. 

Kasus terus terjadi meski polisi terus menangkap para pelaku dan membubarkan paksa aksi tawuran. 

(yoa/tsa)

Previous article:arti mimpi kecelakaan motor

Next article:angka kecoa dalam togel