top up vip domino

top up vip domino,wijaya 88,top up vip domino

Jakarta, CNBC Indonesia - Populasi Jepang mengalami penurunan hingga pertengahan 2024 ini. Bahkan jumlah masyarakat  Negeri Sakura terus semakin menua dengan tingkat fertilitas yang rendah.

Dikutip dari The Japan Times, populasi orang berusia 65 tahun ke atas di Jepang diperkirakan mencapai 36,25 juta atau sekitar 29,3%, meningkat sebanyak 20.000 dibandingkan tahun lalu dan mencapai angka tertinggi yang pernah ada.

Jika dilihat lebih rinci, populasi mereka yang berusia 65 tahun ke atas terdiri dari 15,72 juta pria, atau 43,4% dari total populasi pria, dan 20,53 juta wanita, atau 56,6% dari populasi wanita.

Bahkan hingga 2040, diperkirakan proporsi orang berusia 65 tahun ke atas akan mencapai 34,8% pada 2040, ketika generasi baby boomerkedua di negara tersebut, yaitu mereka yang lahir antara 1971 dan 1974, akan bergabung dalam kelompok usia tersebut, menurut Institut Penelitian Populasi dan Jaminan Sosial Nasional.

Tingkat fertilitas/kesuburan di negara berpendapatan tinggi layaknya Jepang selama beberapa dekade terakhir pun terpantau terus menurun. Tren ini, bersama dengan peningkatan umur harapan hidup, menimbulkan tantangan bagi ekonomi maju.

Dari 1960 hingga 2023, tingkat kesuburan total (Total Fertility Rates/TFR, yang mewakili jumlah anak yang diharapkan per wanita sepanjang hayat, mengingat tingkat kesuburan spesifik usia saat ini) di antara negara-negara OECD turun lebih dari setengahnya dari 3,29 anak per wanita menjadi 1,54.

Seluruh 38 negara OECD (Israel adalah pengecualian) saat ini memiliki TFR jauh di bawah tingkat penggantian jangka panjang yang sekitar 2,1, yang berarti bahwa populasi total dan usia kerja mereka berada di jalur kontraksi jangka panjang.

Begitu pula dengan Jepang yang memiliki TFR pada 1960 sebesar 1,98 dan akhirnya menurun menjadi 1,21 pada 2023.

Survei menunjukkan bahwa generasi muda Jepang semakin enggan untuk menikah atau memiliki anak, disebabkan oleh prospek pekerjaan yang suram, biaya hidup yang tinggi yang meningkat lebih cepat dibandingkan dengan gaji, dan budaya korporat yang bias gender yang menambah beban terutama pada wanita dan ibu yang bekerja.

Ke depan, populasi Jepang diperkirakan akan turun sekitar 30%, menjadi 87 juta pada tahun 2070, ketika empat dari setiap sepuluh orang akan berusia 65 tahun atau lebih.

Ekonomi Jepang Terancam Suram

Sebanyak 260 perusahaan mengalami kebangkrutan pada 2023, rekor tertinggi, karena mereka tidak dapat memperoleh cukup tenaga kerja untuk mempertahankan operasi mereka, menurut laporan dari Teikoku Databank.

Industri konstruksi dan logistik menyumbang sekitar 40% dari total, dengan banyak usaha kecil terkena dampaknya. Dampak kekurangan tenaga kerja terhadap manajemen perusahaan semakin serius.

Terdapat 182 kasus "kebangkrutan akibat kekurangan tenaga kerja" yang disebabkan oleh pengunduran diri karyawan, kesulitan dalam merekrut, dan meningkatnya biaya tenaga kerja pada paruh pertama tahun 2024 (Januari hingga Juni). Angka tahunan ini menunjukkan laju yang secara signifikan melebihi rekor sebelumnya.

Seorang lansia berjalan di jalan menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari sinar matahari pada 27 Juni 2022, di distrik Shibuya yang populer di Tokyo, Tokyo, Jepang. (File Foto - David Mareuil/Anadolu Agency via Getty Images)Foto: Seorang lansia berjalan di jalan menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari sinar matahari pada 27 Juni 2022, di distrik Shibuya yang populer di Tokyo, Tokyo, Jepang. (File Foto - Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency)
Seorang lansia berjalan di jalan menggunakan payung untuk melindungi dirinya dari sinar matahari pada 27 Juni 2022, di distrik Shibuya yang populer di Tokyo, Tokyo, Jepang. (File Foto - David Mareuil/Anadolu Agency via Getty Images)

 

Selain itu, dengan semakin menua dan menyusutnya populasi di Jepang, Macan Asia ini akan membutuhkan pertumbuhan produktivitas untuk mempertahankan standar hidup. Mencetak lebih banyak uang saja tidaklah berkelanjutan. Setiap pekerja harus menjadi lebih produktif karena tenaga kerja yang menyusut harus mendukung proporsi populasi yang lebih besar. Mereka kemungkinan besar dapat melakukannya jika Jepang membuka diri lebih jauh terhadap modal, teknologi, dan pekerja asing.

Populasi yang menyusut dengan lebih banyak lansia dan angkatan kerja yang lebih kecil dapat menekan sistem jaminan sosial suatu negara: angkatan kerja yang lebih kecil berarti pendapatan pajak yang lebih sedikit, sementara pengeluaran publik untuk perawatan kesehatan, perawatan lansia, dan pensiun meningkat, bersama dengan kebutuhan akan tenaga kerja di sektor kesehatan.

Dilansir dari Ministry of Finance (MoF) Japan, penerimaan pajak hingga saat ini masih cukup baik. Pada 2023, Jepang mampu menghasilkan pendapatan pajak sebesar JPY 72,1 triliun. namun budget fiscaluntuk 2024 mengalami penurunan menjadi JPY 69,6 triliun.

JepangFoto: General Account Tax Revenues (JPY Trillion)
Sumber: Ministry of Finance Japan

Namun jika shrinking population ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin jumlah pendapatan pajak akan semakin berkurang ke depannya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev) Saksikan video di bawah ini:

Prabowo: Hilirisasi Mutlak, Tidak Bisa Ditawar!

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">

Previous article:angka mistik 4d

Next article:mahong 11